Reach The Highest

-->
“Ojo dhuwur-dhuwur nek tiba ndak lara.” (Jangan tinggi-tinggi kalau jatuh nanti sakit, red.)
Pernahkah Anda mendengar pepatah Jawa itu? Sebagian orang tua-orang tua di Jawa sering menasihati anaknya dengan kata-kata tersebut. Mungkin maksudnya adalah agar anak tidak “terlalu” terobsesi menguasai sesuatu. Namun, kalau kita telisik lebih jauh, pepatah ini (maaf) kurang memberikan sikap optimis pada diri kita. Mungkin ini salah satu hal yang membuat orang-orang Indonesia kurang berkembang. Sehingga seperti kita lihat saat ini, Indonesia yang kaya akan sumber daya alamnya ternyata jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara kecil seperti, Singapura atau Jepang. Padahal kalau kita lihat Indonesia yang memiliki sumber daya alam berlipat-lipat lebih besar dan lebih banyak dari Singapura ataupun Jepang harusnya menghasilkan penemuan-penemuan yang lebih luar biasa. Nyatanya?
Dari pepatah tersebut menghasilkan satu kesimpulan. Takut gagal. Dari dasar pemikiran tersebut memunculkan sikap takut mencoba, takut berusaha. Padahal apakah salah ketika kita menancapkan tinggi-tinggi cita-cita kita? Apakah salah kalau kita bercita-cita tinggi untuk menjadi penghuni Jannatul Firdaus? Bukankah Allah sangat senang jika hamba-Nya berdoa, memohoh, menghiba kepada-Nya?
Terkadang orang-orang tua kita bermaksud memberikan nasihat yang terbaik untuk kita. Berharap kita dapat menjadi lebih baik dari mereka. Namun kenyataannya, (maaf) sikap orang-orang terdahulu yang “terlalu” berhati-hati menjadikan kita kurang berkembang. Kurang dapat meng-improvisasi bakat dan kemampuan yang kita miliki sebagai wujud rasa syukur kita kepada Allah SWT. Sehingga orang-orang terdahulu merasa tidak penting untuk meraih pendidikan tinggi. Cukup pendidikan yang standar-standar saja. Suatu yang diluar kebiasaan, ketika kakek-nenek kita ada yang meraih pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Apalagi untuk kaum hawa, skill untuk dapat nguleg sambel dianggap merupakan grade tertinggi yang harus dikuasai. Walaupun hal ini tidak lantas harus ditinggalkan oleh cewek-cewek zaman sekarang.
“Ojo dhuwur-dhuwur nek tiba ndak lara.”
Padahal kalau kita perhatikan pohon-pohon yang berbuah umumnya berada di tempat yang tinggi. Kelapa, Aren, Sukun, Rambutan, dan kawan-kawannya. Apakah kita dapat merasakan lezatnya kelapa muda dengan tidak memanjat pada ketinggian? Apakah kita akan menunggu sang kelapa “turun” dari pohonnya? Bukan kelapa muda yang yummi yang kita dapatkan justru sepet yang kita dapatkan.
Apapun itu entah memanjat sendiri, atau menyuruh orang lain untuk mengambilkan di ketinggian, atau nyengget semuanya membutuhkan sebuah usaha. Usaha untuk mencapai puncak pohon yang kita inginkan. Usaha untuk mendapatkan tujuan kita. Tujuan yang tidak hanya berorientasi pada dunia tetapi juga berorientasi pada akhirat. JanNah!-Nya.
Karena cita-cita kita tidak datang ujug-ujug mak bedunduk.
Waallahu a’lam bishshowab.

Comments