Satu Diantara Tiga


                Menjadi mahasiswa Fakultas Farmasi sebuah PTN adalah cita-citaku sejak aku terjerumus di Sekolah Menengah Farmasi, 2007 silam. Apalagi kalau bukan cita-citaku, menjadi seorang farmasis. Awalnya aku tak tahu magnet macam manakah yang menarikku ke kutub farmasi. Jawaban ini baru aku temukan menjelang angkat sumpahku sebagai asisten apoteker. Selain keinginanku untuk dapat berkontribusi pada penyediaan sediaan farmasi yang halal, aku berniat memberikan inspirasi bagi teman dan adik-adik kelasku. Harap maklum sekolahku adalah sebuah sekolah menengah kejuruan yang identik menghasilkan lulusan yang cepat kerja. Namun tidak demikian denganku, aku berpikiran bahwa lulusan sekolah menengah kejuruan harus tetap melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Inspirasi ini aku dapatkan dari seorang Ustadz setelah pulang dari Korea. Di negeri gingseng tersebut 90% warganya minimal telah lulus S1. Memang tidak semua lulusan S1 di negeri itu menjadi pegawai kantoran (seperti harapan orang Indonesia pada umumnya) tetapi, rasakanlah perbedaannya. Denyut kehidupan di sana melesat jauh dibanding negeri kita tercinta.
                Dulu ketika aku masih duduk di kelas satu Sekolah Menengah Farmasi, aku bermimpi menjadi mahasiswa Farmasi di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Di setiap selesai shalat ku bawa doa ini. Namun, entah mengapa cita itu berubah seiring peningkatan kelasku. Aku ingin hidup merantau, jauh dari orang tua. Bukan untuk terbang bebas tapi, untuk menjadikan diriku lebih amanah, lebih bertanggungjawab. Aku tahu bahwa risiko itu tetap ada.
                Beranjak ke kelas dua, doaku berubah. Aku ingin menjadi mahasiswa Fakultas Farmasi di Universitas Airlangga, Surabaya. Aku cari informasi dan lain sebagainya. Sepertinya mengasyikkan bisa kuliah di tempat dengan fasilitas lengkap, terakreditasi A pula. Yang tak kalah aku ingat aku sempat minta doa restu kedua orang tuaku untuk menuntut ilmu di sana. Namun, apa jawaban orang tuaku. Mereka mempertanyakan keinginanku. Ibuku sepertinya masih tak rela aku tinggal jauh dari mereka tapi, tidak dengan ayahku. Ayahku justru mengeluarkan statement, kalau bercita-cita masuk farmasi kenapa tidak di Farmasi, Universitas Indonesia sekalian. Aku merenung dan berpikir.
                Beberapa waktu kemudian, aku naik kelas. Ternyata aku mengiyakan statement ayahku. Entah kenapa aku benar-benar ingin masuk ke Farmasi, Universitas Indonesia. Tak kalah serunya dengan doaku ketika kelas satu. Sepertinya aku sudah terjangkit penyakit gila nomer 4 dan nomer 5, aku tergila-gila dengan Farmasi dan Universitas Indonesia. Untuk mengkristalkan cita-citaku, aku mencari beberapa informasi tentang Farmasi dan Universitas Indonesia. Darinya aku tahu makara, bikun (bis kuning, red.), jakun (jas kuning, red.), mapres (mahasiswa berprestasi), dan lain sebagainya. Satu kejadian yang tak pernah aku lupa, ada suatu kesempatan bagiku untuk memberikan outbond kepada mereka, anak-anak UI. Kejadian ini benar-benar menguji, antara kekaguman dan profesionalitas.
                Tahun 2010, berbagai usaha aku coba untuk dapat masuk ke Farmasi FMIPA UI. Mulai dari SIMAK, UMB-PTN, hingga SNMPTN. Di semua ujian aku menjadikan Fakultas Farmasi sebagai pilihan pertama. Namun, Allah berkata lain. Tidak ada satu ujian pun yang menyatakan diriku diterima. Frustasi pasti. Walau demikian Allah tahu, aku mampu lalui semuanya. Aku banting setir dengan mendaftarkan diri SPMB UNAIR gelombang 2 dan SWADANA UNS. Pada SPMB UNAIR aku masih menjadikan Farmasi sebagai pilihan pertama sementara pada SWADANA UNS mau tak mau aku harus meninggalkan Farmasi sebagai pilihan pertama. Ada cerita haru biru di sini (ku ceritakan lain waktu aja ya...).
                Di hari pengumuman ternyata aku dinyatakan diterima di Kimia, FMIPA, UNS. Ada tangis bahagia di sana. Jujur kala itu aku benar-benar lelah. Lelah berpikir. Berbulan-bulan mulai dari ujian kompetensi keahlian hingga ujian-ujian penerimaan mahasiswa baru. Ayahkulah yang tahu bagaimana ekspresiku sesungguhnya kala itu. Meski demikian, aku tetap bingung dengan kenyataan ini.
                Empat semester penuh aku jalani sebagai mahasiswa Kimia, FMIPA UNS. Dengan segala pernak-perniknya. Perjuangan akademik, kesibukan organisasi, hingga kisah cinta dan persahabatan di sana. Aku akui hingga saat ini, satu semester sejak aku meninggalkan mereka, mereka masih benar-benar mengisi ruang hatiku. Alay memang, tapi itulah nyatanya. Sering aku merindukan mereka, sosok dan arti hadirnya.
                Tahun 2012, tahun terakhir aku dapat ikut ujian masuk PTN (pada umumnya). Kembali ku coba ikut SNMPTN. Tahun ini aku tetap menjadikan Farmasi sebagai pilihan pertama dan keduaku. Aku mencoba peruntungan lain dengan memilih Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung dan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Brawijaya. Lagi-lagi seperti waktu-waktu sebelumnya. Aku tidak diterima di keduanya. Aku pun mencoba peruntungan dengan mengikuti SMUP UNPAD dan (lagi-lagi) SPMB UNAIR gelombang 2. Hampir saja aku putus asa setelah tidak juga dinyatakan diterima, apalagi setelah pengumuman SMUP UNPAD. Sempat aku berpikir untuk mencoba peruntungan di luar pulau Jawa tapi, ibuku tak pernah meridlai. Hingga akhirnya aku dinyatakan diterima sebagai mahasiswa Farmasi, Universitas Airlangga persis seperti doaku empat tahun lalu. Itulah kemudian yang membuat aku berstatement, Allah mengabulkan satu diantara tiga doaku.


Comments

  1. whaaa anty skrg di unair ta ukh? pantesan ga pernah keliatan sekarang...
    *telatbgt

    ReplyDelete

Post a Comment

Thanks for your attention. Nice to meet you.