#HidupMulia (reposted from FB's note March 9, 2014 at 12:50am)

           #JaketBaru. Satu topik yang menghangat akhir-akhir ini. Menarik perhatian saya untuk menjelujuri setiap pernik-pernik yang ada padanya. Mulai dari warnanya yang kata orang mirip #PejuangKebersihan di Farmasi, logo UA, ikon Farmasi, lambang FSLDK, sampai panji DKI. Ah, korban terlalu banyak baca buku konspirasi dan segala turunannya.
            Lupakan soal warna yang kontroversial. Alihkan sejenak perihal ikon Garuda dan ular, serta cawan ice culapius. Saya pun sedang tidak bernafsu memperbincangkan FSLDK dan komisi-komisinya. Ada yang terlalu menarik untuk dilewatkan.
            Mata saya tertuju pada suatu bidang oktagonal otentik dengan tulisan “DKI BEM FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA”. Sebenarnya sudah sejak beberapa waktu, pikiran ini terus menggelayut. Saat LASKAR, ketika bikin mading, dan segala uba-rampe desain-mendesain yang memaksa mata saya menyeksamai segi delapan tersebut.
            Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Ada perasaan bersalah yang amat mendalam. Betapa seringnya saya lempar serampangan jaket “kebesaran” DKI #masihpinjem ke bak cuci, meletakkan “MATRIK” pun sekenanya bahkan berkali-kali tergeletak tak bernyawa di lantai, pun demikian perlakuan pada barang-barang yang berornamen segi simetris tersebut.
            Perasaan bersalah memuncak ketika sadar akan untaian kaligrafi yang terukir manis di dalamnya. Ya, sepenggal kaligrafi bertinta biru dengan bentuk setengah lingkaran. Penyesalan berkecamuk merasa telah menyianyiakan ayat Allah, pikir saya waktu itu. Benak saya berputar, pening membayangkan apa misi rahasia yang diwariskan para pendahulu kita. Hingga saya pun menerka tulisan yang sebenarnya laiknya kriptografer.
            Sore ini pun berlalu, disela membuat desain #ComingSoon saya coba perhatikan satu persatu bordir panji DKI tersebut. Subhanallah, benar dugaan saya.
                                               “Isykariman au muutan syahidan”
            Allahu akbar. Sebuah misi rahasia cita-cita pendahulu kita yang begitu luar biasa. Menggantang asa yang membumbung. Apalagi kalau bukan #HidupMulia atau #MatiSyahid. Membayangkan saja sudah merinding apalagi yang mengukirkan lambang itu pertama kalinya. Terasa berat, beban ke depan ketika dunia semakin gonjang-ganjing dengan memanggul misi tersebut. Desain yang mantap, panji DKI yang letakkan di dada sebelah kiri, dekat dengan organ kehidupan, jantung. Agar azzam ikut terpompa setiap detak, niatan untuk mewujudkan #HidupMulia. Tak hanya demikian, posisi yang dekat dengan paru-paru harusnya menyadarkan setiap nafas kita hanya untuk memilih #HidupMulia, tiada yang lain.
            Suatu konsekuensi yang berat atas jawaban, “Belum siap #MatiSyahid.” Karena padanya terkandung  suatu kewajiban untuk mewujudkan #HidupMulia. Ya, #HidupMulia dengan berlomba berusaha mengerjakan yang #Wajib dengan kondisi terbaik, menjadi
           #AhluTahajud yang menghidupkan sepertiga malamnya dengan munajat pada-Nya,
                                    #AhluShiam yang menjadikan shiam sunnah sebagai identitas diri,
                    #AhluDhuha yang menyedekahi setiap ruas-ruas tubuh dengan shalat Dhuha,
                                         #AhlulQuran yang menjaga Quran dengan tilawah dan tahfidz,
                        yang menyukseskan orang lain dengan #Membina entah apapun namanya,
                                                       yang mengisi #MasaMudanya dengan kemanfaatan
Karena jalan ini jalan ini amat jauh terasa  (9:42), karena jalan ini penuh dengan ujian (29:2-3). Sebab sesungguhnya itu semua adalah filter untuk menentukan siapa yang terbaik (67:2).
Wallahu’alam bish showab.
Penikmat jalan-Nya
Kota Pahlawan (8/3)
#LASKAR13

Comments