SIKLUS MAHASISWA


Semester Satu
Masih cupu-cupu pasca lulus dari Sekolah Menengah. Sebagian mereka berasal dari desa yang mana sawah masih terhampar luas, padi menguning, udara pagi masih segar. Lalu mereka shock culture ketika menjejakkan kaki di kota yang gerah, macet, dan penuh arogansi. Di sanalah mereka bertemu dengan kakak-kakak tingkat yang penuh dengan modus operandi. Bermodal permen 500-an dan brosur monokrom mereka bujuk rayu anak-anak cupu itu "menjadi pengikut" mereka. Bersama itu isme-isme tumbuh subur di kampus, menambah dinamika kampus, membenturkan isi kepala para penganutnya #ea. Di samping anak-anak kos-an yang masih mudah home sick dan menangis-nangis ketika seminggu tak pulang kampung.
Sebagian kecil maba-maba cupu itu tertarik, mengikuti Pelatihan Dakwah Kampus, LKMM Terpadu, Dauroh Marhalah 1, Latihan Kepemimpinan 1, Darul Arqam 1, atau semacamnya. Sebagian mereka senang ­cangkrukan khas komunitas-komunitas, komuitas rambut gimbal, komunitas Kopi Joss, komunitas vespa dan motor kotrik, komunitas nasi bungkus, komunitas pengajar anak-anak marginal, dsb. Sementara sebagian besar asyik dengan dunianya sendiri, bahagia ketika dunianya hanya berisi kampus, kantin, dan kos-kos-an. Ataupun mereka yang dunianya hanya milik berdua dengan si honey bunny sweaty, jalan ke Amplaz sama pacar, nge-es krim cone McD satu buat berdua sama pacar, lipstik MAKE OVER juga dibeliin pacar, bahkan pipis pun ditungguin pacar sambil bawain tas tentengnya, Calvin Clein KW berapa (maklumlah kamar mandinya CGV depan movie itu kan gelapnya minta ampun).
Namun, yang hampir pasti di semester satu selain ospek juga diwajibkan bikin PKM sama kampus, padahal cara nulis proposal penelitian aja masih amburadul. Selain maba FISIP yang "diajari" bentrok sama maba FH akibat kakak tingkatnya.

Semester dua
Si anak kupu-kupu ya masih tetap, setia sama nasi bungkus, dan sayur depan kos-an. Si anak hits masih tetep sama pacarnya, kalau kebelet pas mau nonton di CGV ya tetep minta dianterin. Si anak komunitas mulai makin solid, makin gimbal rambutnya, makin pahit kopinya, motornya makin nyentrik dengan aksesoris tengkorak kepala cicak yang kejepit pintu kamarnya, makin sering keluar malam buat bagi sahur ke orang-orang, makin banyak anak didiknya sampai selalu dinanti kehadirannya.
Si profesor-profesor muda makin senang aja ketika diajak kakak tingkat bantuin dia ngerjakan proyek dosen, dibayari makan tiap hari senengnya bukan main. Tiap pulang kuliah, ngadem di lab sendirian ngerjakan proyek, sambil wifi-an. Sementara si kakak tingkat mulai jarang-jarang ke lab, entah emang beneran ke dosen, atau mulai desperate sama naskahnya terus kerjaannya jalan-jalan.
Si anak organisatoris mulai diajak kakak-kakak tingkatnya dari rapat ke rapat, minimal nemeni Mbak Sekdepnya ketemu Mas Kadepnya di LDK, biar ga berdua-an, takut ga kuat godaan syetan katanya. Si anak BEM mulai diajak nge-pilox kain kafan 7000-an/meter sepanjang 10 meter, buat aksi evaluasi reformasi katanya. Si anak gerakan mulai diajak diskusi kakak-kakaknya, dengan diksi yang tak mereka pahami kecuali, sedikit.

Semester tiga
Time's fly so fast, like 6 months ago yang pasti sudah pada tidak mudah home sick lagi.

Semester empat
Si anak kupu-kupu ya masih sama aja, cuma sedikit tambah tugas-tugasnya. Si anak hits mulai berubah, ngerjain tugas bareng akang pacar. Si anak komunitas haha... tergantung dah komunitasnya apaan, biasanya komunitas "bermanfaat" lebih beres. Si anak komunitas pengajar anak-anak marginal sambil ngajar mereka, sambil ngerjain tugasnya pula.
Si profesor-profesor muda mulai punya ide bikin PKM dan KTI sendiri bareng makhluk-makhluk serupa, memberanikan diri mengetuk pintu Pak Profesor demi menjadikan beliau pembimbingnya. Foto Adikarta Kertawidya dipajang gede-gede di kamarnya. Mereka makin radikal, lupa kalau mengencerkan asam sulfat itu bukan asam sulfatnya yang diteteskan ke air, bikin asap di lab, mecahin tabung reaksi, bikin Pak Laboran panik. Lalu ngakak-ngakak kesurupan.
Si anak organisatoris mulai mengintai adik-adik tingkat, meminang mereka, seperti dulu mereka dipinang. Tapi, tetap mereka masih diandalkan otot dan tulangnya oleh kakak-kakak tingkat mereka. Meski, ada beberapa dari mereka yang "terpaksa menguasai" lembaga baik fakultas, kampus, maupun nasional.
Sementara itu tugas-tugas kampus makin beraneka rupa, apalagi anak-anak eksak. Anak-anak Biologi mulai membuka tong sampah demi tong sampah, mencari lalat entah yang seperti apa. Anak-anak Matematika mulai menghitung jumlah kendaraan di perempatan selama sehari. Anak-anak Teknik mulai mengusung tripod-tripod di jalan-jalan entah, mencari tambang atau apalah. Anak-anak Fisika mulai menarik-narik meteran entah ngukur apa. Cewek-cewek Farmasi dan Kedokteran lari-lari di lab, geli, kodok yang mau disembelih tiba-tiba lepas. Anak-anak Kedokteran Hewan mulai main preparat, kambing dikuliti berkubang dalam kolam Formalin. Anak-anak Kesehatan Masyarakat mulai memenuhi flash disk mereka dengan gambar toilet.

Semester Lima
Si anak kupu-kupu masih setia sama nasi sayur dan ayam depan kos-an. Si anak hits masih setia sama pacarnya. Si anak komunitas haha... sekali lagi tergantung komunitasnya.
Si anak organisatoris mulai jadi penguasa-penguasa kecil, jenjang pengkaderan mereka mulai meningkat, amanah mereka makin banyak, mulai mengandalkan otak dan otot. Cape' ganda. Bawahan mereka susah digerakkan, sementara ia ditekan atasan. Stres. Sakit, sampai opname. Terus dijenguk adik, teman, dan kakak tingkatnya yang lintas fakultas, sampai orang tuanya bingung. Sayang, tak jarang IPK melayang.
Si profesor-profesor kecil mengisi malam-malamnya mantengin website SIMLITABMAS. Salah siapa ngunggah proposal PKM pas deadline sudah gitu kuota minimalis. Down server. Down pula semangatnya. Desperate. Meski akhirnya berhasil mengunggah pas sudah over time, dan pengguna turun dari 5000-an menjadi 1500-an.
Tugas kampus makin aneh, grup LINE penuh kerja kelompok. KKN di depan mata. Jika sebelumnya anak-anak kedokteran hanya “mengemek-emek” temennya untuk jadi bahan percobaan suntik tak manusiawi, yang akibat trombus-nya tangan bengkak berminggu-minggu, semester ini mereka semakin berani menggunakan cairan tubuh manusia, entah miliknya sendiri, milik temannya, ataupun milik Mr. X. Tidak aneh ketika ditemukan pipis dalam botol di kamar mandi kos-an atau (maaf) pup dalam pot. Kelak mereka bawa spesimen itu ke kampus, mereka intip melalui mikroskop, dan para mahasiswa laki-laki tersipu malu ketika terlihat “ada sesuatu yang bergerak” pada sample urinnya “akibat ulahnya semalam”. Anak-anak Biologi semakin gila ketika hari-hari mereka habis di hutan, sekedar mengintai burung pada ketinggian tertentu, say hello pada harimau lima meter di hadapannya. Anak-anak Teknik makin rajin nggak mandi di akhir-akhir semester, membawa-bawa sleeping bag ke kampus. Sampai-sampai ada mahasiwa yang punya usaha jualan kopi keliling di malam hari di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Semakin malam, semakin rame. Anak-anak Fisika Material atau anak Teknik Sipil menggotong-gotong bata hasil penelitiannya. Laboran Farmasi ngamuk-ngamuk saat mahasiswa-mahasiswa koplak nan kemproh menyemprotkan pewarna tablet lepas lambat tanpa menurunkan kecepatan putarannya, hingga seluruh ruangan berwarna merah kena semburan zat pewarna.
Sementara itu mulai muncul wirausahawan-wirausahawan muda di kampus, mulai jasa les privat, reseller kosmetik, jual jilbab, sampai yang jualan perlengkapan praktikum.

Semester Enam
Si anak kupu-kupu tetap setia sama es teh depan kos-annya. Si anak hits masih setia sama lip cream-nya. Si anak komunitas au ah, makin beraneka rupa mereka hingga sulit terdefinisi.
Si anak organisatoris menjadi penguasa tertinggi di kampus, punya kenalan di semua fakultas. Sepulang kuliah, langsung keluar kelas, ngebut ke student center mimpin rapat. Sampai teman-temannya su'udzon dikira ga pernah pernah kuliah. Kadang pun kuliah harus telat atau skip ketika tiba-tiba dipanggil rektorat, mulai dikasih fresh money sampai cuma gara-gara mau dimarahi. Kalau pun tidak, kerjaannya muter antar fakultas supervisi rapatnya anak-anak fakultas. Jadi orang tua di organisasi kampus. Selalu dimintai nasihat, atau minimal jadi tempat curhatan. Adik-adik akhwat nangis-nangis karena kadepnya yang notabene ikhwan cuek bebek, sering ngilang nangkep Pokemon, atau tanding mobile legend. Adik-adik ikhwan curhat ke mas-masnya ditinggal sekdepnya, akademik selalu jadi alasannya, padahal dia sendiri belum beres kuliahnya. Maklum lelaki susah berpikir multitasking. Tugas-tugas kuliahnya ia kerjakan sambil menunggu teman-temannya kumpul rapat. Tasnya selalu berat oleh tugas dan laptop.
Si anak BEM semakin hitam terpapar mentari jalanan. Si anak gerakan semakin liberal pemikirannya. Dimarah "guru ngaji"-nya karena ketahuan membaca bukunya Karl Marx atau Rekayasa Sosial-nya, Jalaluddin Rakhmat. Si anak BEM dan anak gerakan mulai mengenal banyak orang di luar kampusnya, bahkan tak jarang ia menjadi pemateri dari kampus ke kampus. Kalau ada agenda ke luar provinsi, tinggal calling rekan-rekannya #GoJekGratis, belum kalau ditraktir sekedar es teh hangat.
Professor muda girang ketika akhirnya PKM-nya didanai DIKTI. Dikerjakannya sedemikian rupa demi membawa pulang Adikarta Kertawidya. Sementara itu KTI-nya pun banyak menjuarai perlombaan. Artikel ilmiahnya di-jurnal-kan. Penelitian-nya bersama dosen lolos jurnal internasional ter-indeks Scopus. Paspor-nya penuh cap lintas negara hasilnya mempresentasikan tulisannya pada konferensi-konferensi dunia. Ia pun menjadi asisten dosen.
Hingga tiba masanya KKN. Si anak hits mulai gatal-gatal tinggal di desa. Apalagi bagi mereka yang gagal mencuci dan membilas sebab sebelumnya tak pernah menyentuh air dan deterjen. Hingga akhirnya busa masih ada ketika dijemur. Entahlah, bagaimana selama ini mereka mencuci bekas darah menstruasi atau bekas mimpi semalam. Padahal sebenarnya tempat KKN sekarang sudah manusiawi, mandi ya di kamar mandi (meski kadang harus numpang ke masjid terdekat). Mereka tidak perlu mengendap-endap untuk (maaf) pup di sungai atau di kebun belakang rumah (hal yang sangat biasa banget buat anak gunung wkwkwk...).
Sementara itu si anak organisatoris mereka bingung “mengatur kampus” ketika ditinggal KKN. Bahkan yang semakin menyakitkan adalah teman-temannya di organisasi pelan tapi, pasti menghilang sejak KKN dimulai dan akhirnya beban itu ia tanggung bersama generasi sisa. Akibatnya ketika ia pulang ke kampus, ber-­azzam-lah ia untuk menghilang selama-lamanya dari peredaran aktivisme di semester depan.

Semester tujuh
Sidang proposal, di mana mulai dari anak kupu-kupu, anak hits, anak komunitas, wirausahawan muda, si professor pun anak organisasi semua berfokus ke sana.
Si anak kupu-kupu semakin fokus dengan gorengan samping kos-nya ketika malam menjelang. Si anak hits mulai membawa laptop dan mengerjakan skripsi bersama pacarnya, sengaja mereka memilih departemen yang sama agar bisa saling berbagi. Si professor muda dengan mudahnya menulis proposal skripsi, tak perlu ia begadang, bahkan sebenarnya ia telah ditawari dosen untuk menggunakan penelitian payung-nya dulu di semester awal sebagai bahan skripsinya, tetapi, ia menolak halus, memberikan challange intelektualitasnya untuk menyusun skripsi idamannya. Si anak komunitas mulai menghilang dari komunitasnya entah sejenak atau selamanya. Si wirausahawan sedikit mengurangi orderannya agar fokus pada proposal skripsinya.
Sementara si organisatoris ketika berniat menghilang diri, ada saja alasannya untuk tetap bertahan di semester terakhirnya dengan menanggung beban berat akademik dan ditinggal kawan-kawan karibnya sejak KKN semester lalu. Beban proposal skripsi dan ujian TOEFL semakin membuat otaknya keriting. Di tambah tetiba ada orang yang entah dari mana mengenalnya dan mengajaknya serius membangun keluarga. Hingga hidupnya makin tidak jelas, pikirannya makin sulit fokus, kamarnya makin mirip kapal karam, baju kotornya baru dicuci seminggu kemudian, laptopnya makin sering panas, matanya makin kabur, hingga tak jarang ada yang kecelakaan kecil karena tetiba hilang fokus, mulai dari tiba-tiba motornya mengguling di depan kosan, hingga khilaf nabrak trotoar.

Semester Delapan
Ketika semua mata berfokus pada skripsi, kecuali hanya mahasiswa-mahasiswa gila yang mengerjakan aktivitas di luar skripsi pada masa itu. Anak-anak Sastra Indonesia tiada hari menekuri novel demi membedah apa yang ada di dalamnya. Anak-anak Antropologi membolak-balik artefak kuno, yang bikin sesak nafas dan mengelus-ngelus tengkorak temuannya. Anak-anak Ekonomi berdandan necis demi tiap hari menyambangi bank dan mencari data di sana. Anak-anak Psikologi mencari subjek hingga keujung dunia, menyiapkan souvenir-souvenir kecil sekedar upah untuk objek wawancaranya. Anak-anak hukum masuk keluar kantor advokat, notaris, dan semacamnya. Sementara anak Kedokteran Hewan mengejar-ngejar kucing untuk dijadikan objek percobaan. Anak-anak Kedokteran dan Farmasi menangis-nangis ketika tikus-tikus percobaan mereka tiba-tiba mati entah kenapa. Hingga tibalah sidang skripsi lalu wisuda sebulan kemudian.
Sayang, wisuda adalah kebahagiaan semu bagi anak-anak kesehatan yang esok harinya masih harus kuliah profesi.
Lalu ke manakah si aktivis itu?
Ada sebagian dari mereka yang menghilang jejak, tetapi ada pula di antara mereka yang tetap melanjutkan aktivisme-nya bahkan menggila setelah wisuda. Sebab, hidup adalah pilihan dan mereka memilih memberikan kemanfaatan sebanyak-banyaknya untuk orang lain.
Semoga Allah meng-istiqomah-kan kita merenda aktivisme ini. Melewati masa-masa kritis saat mahasiswa bahkan setelahnya.
TENTANG PENULIS
Penulis adalah seorang tenaga kesehatan sekaligus pendidik yang masih aktif pada organisasi kemahasiswaan-kepemudaan hingga saat ini. Sebelumnya, ketika mahasiwa baru penulis sering bergabung pada penelitian-penelitian payung dosen sehingga sempat ditawari untuk “mencicil” menulis skripsinya di semester satu. Kegemarannya dalam hal tulis-menulis tertuang dalam sebuah jurnal pendidikan yang diterbitkan Universitas Pendidikan Indonesia pada saat duduk di semester tiga, yang ia presentasikan seorang diri dihadapan 300 orang hadirin. Meski, belum pernah lolos PIMNAS, tapi pada saat duduk di semester enam, PKM Pengabdian Masyarakatnya didanai DIKTI setelah berhasil diunggahnya over time. Selain itu, dua kali lolos Pekan Ilmiah di kampusnya pada semester tiga dan lima dan bersama tim-nya mdandapatkan peringkat Harapan 2 pada LKTI yang diselenggarakan Universitas Negeri Semarang pada semester tujuh.
Selain kegemarannya pada dunia tulis menulis, ia juga mengabdikan diri pada dunia aktivisme mahasiswa. Saat mahasiswa baru pernah terpilih menjadi 30 orang pengajar pada sebuah gerakan sosial yang mengajar anak-anak di kawasan marginal dari 170-an pendaftar, menjadikannya pengurus, sampai Dewan Pertimbangan Organisasi. Aktivisme-nya di dunia ke-Islaman pernah membawanya menjadi Koordinator Akhwat Badan Pekerja sebuah organisasi kerohanian Islam Fakultas MIPA se-Indonesia saat semester tiga di kampus sebelumnya, menjadi Sekretaris Departemen Syiar di lembaga dakwah fakultasnya pada semester empat dan lima, Sekretaris Departemen Kaderisasi di Lembaga Dakwah Kampusnya enam dan tujuh, Presiden Korps Pemandu pada sebuah organisasi mahasiwa ekstra kampus se-Surabaya saat mengerjakan skripsi dan kuliah profesi, Sekretaris umum sebuah organisasi mahasiswa ekstra kampus se-Bantul ketika lulus, serta salah satu admin di sebuah organisasi mahasiwa ekstra kampus nasional.
Meski demikian, ia berhasil lulus sebagai Apoteker dengan IPK lebih dari tiga koma tiga. Cita-citanya saat ini selain membangun sebuah keluarga yang memiliki visi yang sama, juga melanjutkan pendidikannya, dan menyegerakan mengerjakan rukun Islam ke-lima sebagai stampel pertama pada paspor-nya.

Comments