Longevity vs. Muslim Daily Life dalam Sebuah Resensi



“IKIGAI : Rahasia Hidup Bahagia dan Panjang Umur Orang Jepang”, begitulah judul buku yang akan kita resensi kali ini. Buku yang saya punya merupakan edisi Bahasa Indonesia (karena beli yang English version ga kuat duitnya) cetakan hard cover. Selain itu juga sepertinya ada yang versi softcover dengan harga yang lebih murah, bentuk lebih ringan, meskipun terlihat kurang eksklusif, overall is ok. Saya mendapatkan buku ini di sebuah toko buku offline di Kota Yogyakarta dengan harga 90-an ribu. Untuk English version-nya seingat saya sekitar 140-an ribu.

Saya beli buku ini karena penasaran dengan filosofi “IKIGAI” ala orang Jepang. Sebenarnya baru mendengar istilah ini dari sebuah grup yang beberapa penghuninya merupakan produk pendidikan negeri sakura.

“IKIGAI” sendiri awalnya saya kira merupakan alasan seseorang dalam memilih bidang pekerjaan. Namun, setelah membaca buku ini ternyata hal tersebut bukan hanya tentang pekerjaan saya, bisa menyangkut aspek kehidupan yang lain. Ada empat hal yang mempengaruhi “IKIGAI” seseorang, kesenangannya dalam hal tersebut (passion), keahliannya, kebutuhan masyarakat akan bidang tersebut, dan imbalan yang setara (gaji, keuntungan, dsb.). Meskipun untuk mendapatkan pekerjaan sesuai IKIGAI itu butuh banyak perjuangan karena tidak mudah menemukannya.

Sebagai seorang Muslim, mungkin kita harus seperti Abdurrahman bin Auf dalam menemukan dan melakukan “IKIGAI”-nya, tentunya dalam bidang-bidang kita. Teringat bagaimana kisah beliau pada awal hijrah, ketika ditawarkan Sahabat yang lain untuk berbagi kepemilikannya, Abdurrahman bin Auf menolak, beliau lebih memilih pasar. Karena dengan pasar, passion beliau berjualan dengan profesionalisme terpenuhi, masyarakat juga dapat merasakan manfaat barang dagangannya, dan yang pasti beliau kaya, imbalan dari hasilnya berjualan.

Sebenarnya buku ini lebih banyak membahas bagaimana daily life orang-orang Jepang yang memiliki rata-rata harapan hidup tertinggi di dunia, khususnya di Prefektur Okinawa yang rata-rata harapan hidupnya melebihi harapan hidup Jepang pada umumnya. Banyak hal yang centenarian, orang-orang yang hidup lebih dari satu abad juga dilakukan orang Muslim. Jadi, seharusnya Muslim itu bisa berumur panjang dan bermanfaat (ini tidak membahas takdir karena siapa pun ketika takdirnya meninggal ya meninggal, sebagaimana kata Ustadz Zaidul Akbar dalam suatu kajian “mengembalikan fisik yang dititipkan Allah dengan sebaik-baiknya”).

Buku ini terdiri dari 211 halaman dengan kertas bookpaper, jadi tidak membuat cepat capai ketika membacanya. Pada bagian awal membahas tentang makan dari “IKIGAI” itu sendiri. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan “Kunci Umur Panjang”. Salah satu kunci dari umur panjang adalah makan-minum lah maksimal 80% dari kapasitas perut. Bukankah Muslim juga diajarkan untuk makanlah ketika lapar dan berhentilah sebelum kenyang?

Bagian lain yang menarik saya tentang makanan sejumlah 80% kapasitas perut tersebut adalah fungsi dari puasa bagi tubuh. Banyak memang referensi yang menunjukkan keuntungan puasa bagi tubuh, tapi kita bisa menemukan rasionalisasi dari puasa sunnah Senin-Kamis di sini. Jika, kita menganggap tujuh hari dalam satu pekan adalah 100%, maka 80% dari hari tersebut adalah 5-6 hari, itu artinya kita makan normal selama hari tersebut dan sisanya 1-2 hari kita gunakan untuk berpuasa. Rasional kan?

Selain diet, cara memperpanjang usia adalah dengan tetap aktif hingga tua. Dalam buku tersebut, dikisahkan penulis saat melakukan riset untuk buku tersebut di antar oleh perempuan berusia 88 tahun yang menyetir mobilnya sendiri. Semangat yang dilakukan mereka adalah terus bermanfaat dan tidak membebani orang lain, termasuk anaknya sendiri. Bukankah hal itu juga diajarkan bahwa Muslim yang paling baik adalah yang memiliki sebanyak-banyak manfaat untuk orang lain?

Aktif bukan hanya secara fisik, tetapi juga diimbangi secara mental, dan spiritual. Termasuk kebiasaan mereka untuk tetap belajar hingga usia tua. Bukankah Muslim juga diperintahkan belajar hingga ajal?

Lalu, bagaimana dengan mental dan spiritual? Mereka melakukan cara-cara mindful, di antaranya dengan meditasi. Sebagai Muslim, tentunya kita tahu bahwa berdzikir mengingat Allah adalah cara menenangkan hati, betul kan?

Olahraga merupakan salah satu cara untuk memperpanjang usia, karena metabolisme aktif dalam tubuh dan menghindari faktor-faktor penyebab penyakit “tua” degeneratif. Sebuah bagian di buku tersebut dikisahkan bahwa penulis dikalahkan dalam pertandingan olahraga melawan anggota dari Maoi, komunitas sosial orang-orang ’sepuh’ yang dibagun atas kesukarelawanan. Usia berapa mereka? Rata-rata member maoi berusia di atas 80 tahun, sedangkan penulis berusia 30 dan 50 tahun-an. Bukankah Allah lebih menyukai Muslim yang kuat daripada yang lemah?

Rahasia selanjutnya adalah tentang maoi dan kebiasaan mereka berinteraksi dengan manusia. Sebuah bagian menyeritakan ada seorang kakek yang selalu pergi keluar rumah dan menyapa setiap orang yang lewat, kemudian ada juga orang-orang ’sepuh’ itu yang saling berkunjung dan minum teh bersama. Bukankah Muslim juga diajarkan bahwa silaturahmi memperpanjang usia dan membuka rezeki? Bukankah senyum adalah shadaqah?

Mungkin ada yang bertanya apakah buku ini ditulis oleh orang Jepang? Bukan. Buku ini ditulis oleh orang Eropa yang salah satunya tinggal di Tokyo cukup lama. Mereka sengaja melakukan penelitian.

Bagian lain yang menarik bagi saya adalah banyak penggunaan istilah-istilah kesehatan yang tepat dan berdasarkan jurnal-jurnal ilmiah. Ya ibarat seorang yang menjadi big fan dari suatu K-Pop Idol, pasti akan ada sebuah perasaan tertentu ketika hal yang disukainya itu muncul, termasuk dalam tulisan.

In short, buku ini sangat bagus dan recommended (apalagi jika bisa mendapatkan English version-nya). Baik sebagai Muslim atau bukan, bisa menjadi suatu referensi agar lebih optimis dalam menghadapi kehidupan. Give five stars for this book.

 

Comments