Bekerja Perlu Keahlian Bahasa Inggris? Kenapa Nggak!

Gambar. Doc. Pribadi

Dear all,

As you know, saya adalah seorang farmasis yang banyak bekerja pada bidang-bidang yang memerlukan kontak dengan orang. Well, awalnya saya tidak pernah membayangkan saat bekerja di rumah sakit kecil akan bertemu dengan pasien yang seorang foreigner. Malam itu, baru saya sampai tempat kerja untuk naik jaga malam, tiba-tiba ada pasien dari belahan bumi yang lain, to be honest saya lupa dari mana asalnya, tetapi ia seorang English native. Sebagai seorang apoteker dan mungkin juga dipandang teman-teman satu instalasi memiliki suatu previlege tersendiri karena lulus dari salah satu kampus Ivy League-nya Indonesia, mereka secara sengaja “melarikan diri” dan menyerahkan urusan konseling pada saya.

Bismillah.

Saat itu saya belum intense belajar IELTS dan belum banyak “berenang” di grup-grup komunitas internasional, tetapi saya tidak ada pilihan lain harus memberikan informasi kepada siapapun pasien saya, where ever they come from. Another day, saya bertemu juga pasien yang berasal dari negara lain, Mesir. Alhamdulillah, saat itu si pasien selain membawa translator yang orang Indonesia, beliau juga lumayan fluently dalam menggunakan Bahasa Inggris. Overall, I could throughout from these situation, dengan izin Allah tentunya.

Dari situlah akhirnya menjadi motivasi saya untuk meningkatkan kemampuan berbahasa saya selain niatan saya untuk melanjutkan pendidikan di luar (mohon doanya ya kawan-kawan). Even if, I can’t as fluent as native, tapi saya ingin memberikan informasi kepada pasien as far as I can sehingga saya tidak membeda-bedakan pasien berdasar latar belakang mereka. Akhirnya saya mencoba mencari sumber-sumber belajar baik autodidak atau bertanya pada para ahli maupun orang-orang yang saya kenal berasal dari suatu daerah tertentu, baik bahasa internasional maupun daerah.

Sebagai gambaran, begitu saya selesai bertemu pasien dari Mesir saya langsung menghubungi senior saya di organisasi yang merupakan alumni LIPIA dan juga seorang dosen. Saya bertanya singkat tentang bagaimana menjelaskan frekuensi penggunaan obat pada pasien tersebut. Honestly, saya masih belum puas dan semoga next time bisa belajar bagaimana memberikan konseling untuk masing-masing obat misal, indikasi, efek samping, dsb. in-depth. Mirip-mirip seperti itu juga yang saya lakukan untuk belajar Bahasa Sunda. Sedangkan untuk Bahasa Inggris, secara tidak langsung saya dapatkan ketika mulai intense belajar IELTS.

Dengan berbekal “bunuh diri” di bulan Agustus atau September 2019 (jujur saya ga ingat pasti), saya coba ikut Simulasi IELTS tanpa belajar sama sekali (hanya satu malam sebelum ujian buka-buka model soalnya). Saya ingin lihat berapa base score saya. Alhamdulillah, I got 5.0., tidak tinggi dalam ukuran untuk melanjutkan pendidikan keluar atau untuk mendapatkan beasiswa, tetapi sebagai dasar “konon kata” examiner speaking saya itu lumayan bagus untuk seseorang yang first trial dan tanpa persiapan. A good news dan menjadi penyemangat saya buat belajar.

Beberapa saat kemudian, terdapat pengumuman pembukaan CPNS. Sebagai warga negara Indonesia pada umumnya, saya ikut mendaftarkan diri dan menjadi manusia-manusia mainstream. Meskipun, tidak terlalu berekspektasi tinggi. Berdasar advice teman saya yang sudah diterima menjadi CPNS (saat ini sudah official PNS, salah satu peluang yang lebih besar ada pada formasi-formasi yang membutuhkan sertifikat kompetensi Bahasa Inggris). Ok, saya coba cari formasi apoteker yang membutuhkan sertifikat kompetensi Bahasa Inggris and I found it pada sebuah Kementerian (memang anti-mainstream dari bidang kesehatan). Di dalam pengumuman rekrutmen, di antaranya tertulis syarat kompetensi Bahasa seperti ini:

“TOEFL Like 400 sekian (seingat saya 450 atau 475, lumayan tinggi lah). IELTS 5.0”

Dalam pikiran saya, “Wah TOEFL saja boleh menggunakan yang unofficial (TOEFL Like) yang harganya jauh lebih murah, berarti mungkin IELTS boleh juga menggunakan nilai Simulasi.” Akhirnya saya putuskan bertanya pada official admin Telegram CPNS Kementerian tersebut. Setelah menunggu beberapa waktu akhirnya panitia mengizinkan saya menggunakan nilai simulasi (sampai akhirnya seleksi administrasi saya juga lulus, meskipun belum rezekinya untuk mengikuti Seleksi Kompetensi Bidang). No worry, saya yang tidak sangat-sangat ambisius dalam mengejar peluang kerja ini, jadi ya bersyukur aja berada di peringkat ke-4 dari 23 pendaftar. Case closed.

Pada kesempatan lain, sekitar pertengahan 2020 ini saya berniat mendaftarkan diri pada salah satu beasiswa pendidikan yang diselenggarakan pemerintah Jepang. Stressfull sekali prosesnya karena hanya diberi waktu 2 pekan. Salah satu syarat dari beasiswa tersebut adalah mengumpulkan nilai TOEFL ITP 570 (adapun score minimal untuk TOEFL iBT saya lupa hehe...) atau IELTS 6.5. Karena biaya tes IELTS lumayan mahal (sekitar 2,9 juta) dengan risiko gagal mendapatkan nilai 6.5 yang sangat...sangat besar...akhirnya saya putuskan coba banting stir sebentar ke TOEFL ITP yang “hanya” 550 ribu. Seperti awal sebelum belajar IELTS, saya juga putuskan uji coba tanpa belajar untuk melihat base score-nya berapa, alhamdulillah, I got 480.

Nah, melihat dari dua hal tersebut, saya coba sharing pengalaman bagaimana mendapatkan nilai TOEFL atau IELTS yang dipersyaratkan untuk bekerja di Indonesia terutama untuk CPNS. Mostly, untuk TOEFL adalah 450 (ada sih seperti Kementerian Perindustrian itu 475) dan IELTS 5.0. Sebenarnya perbandingan ini kurang seimbang, karena jatuhnya nilai TOEFL lebih tinggi dari IELTS (dan efeknya lebih susah untuk mendapatkannya) jika dikomparasikan. Ingin tahu lengkapnya? Coba cari di Google dengan clue  “TOEFL vs IELTS score” nanti akan banyak ditemukan, misal kalau TOEFL 450 akan setara dengan nilai IELTS berapa, dsb.

Apa sih beda TOEFL dan IELTS?

Bagi yang belum mendapatkan info, saya coba sedikit berbagi info yang saya dapatkan dari kedua hal tersebut yang coba saya rangkum dalam tabel berikut:

FAQ

TOEFL

IELTS

IELTS lebih susah dari TOEFL?

Secara umum memang lebih banyak dikenal dan tidak “ditakuti” seperti IELTS, tetapi pada dasarnya jika mengambil TOEFL iBT kurang lebih sama tingkat kesusahannya.

Memang IELTS ditujukan untuk skala lebih advance, tetapi bagi sebagian orang termasuk saya, belajar IELTS lebih mudah karena tidak ada komponen gramatikal yang saklek (pada TOEFL ada bagian structure). Karenanya nilai writing dan speaking tetap bisa tinggi dengan mengandalkan hal lain salah satunya vocabulary.

Ada berapa macam?

Kalau TOEFL ada bermacam-macam:

a. TOEFL Like atau PBT

    Biasanya dikeluarkan lembaga bahasa atau unit bahasa kampus. Menggunakan soal-soal yang ­“direpro” dari soal-soal TOEFL ITP yang pernah keluar. Muncul sertifikat dengan masa berlaku 2 tahun. Memungkinkan untuk tujuan pekerjaan, tetapi mayoritas tidak diterima untuk academic purpose karena tidak official ETS. Biaya bervariasi dari 50 ribu sampai 100 ribuan.

 

b. TOEFL ITP

    Diselenggarakan oleh lembaga-lembaga EPN (ETS Partner Network). Ada dua lembaga yang bekerja sama dengan ETS yaitu IIEF dan ITC dengan tempat-tempat dan jadwal tes bisa dilihat di bawah ini:

EPN : https://www.toeflgoanywhere.org/search-who-accepts-toefl#keywords=indonesia&search_by=location

IIEF : http://www.iief.or.id/tes-jadwal

ITC : https://itc-indonesia.com/lokasi-tes/

Tes ini official ETS dengan biaya sekitar 550 ribu (tergantung nilai tukar rupiah terhadap dollar sebenarnya) dengan masa berlaku sertifikat selama 2 tahun.

 

c. TOEFL iBT

Ini versi advance dari TOEFL dan diterima overseas seperti IELTS dan biaya hampir sama atau sedikit lebih tinggi dari IELTS (sekitar 3 juta IDR) dengan sertifikat yang berlaku selama 2 tahun.

Sebenarnya IELTS hanya ada satu macam tetapi, ada simulasi IELTS. Bedanya selain pada harga (IELTS real test sekitar 3 juta, sedangkan simulasi mulai dari 80 ribu sampai 200 ribuan) juga pada sertifikat.

 

IELTS real test merupakan ujian official  dan dapat digunakan untuk academic purpose secara overseas. Ujian ini bersertifikat dengan masa berlaku selama 2 tahun.

 

Sedangkan simulasi IELTS, namanya simulasi jadi tidak dapat digunakan untuk academic purpose. In case, masih dapat digunakan untuk tujuan pekerjaan seperti saya ceritakan tadi. “Unik”-nya sertifikat simulasi IELTS tidak memiliki batas waktu kadaluarsa.

Bagaimana model tes-nya?

a. TOEFL Like atau PBT

     Soal terdiri dari pilihan ganda yang terdiri dari tiga section, listening, structure, dan reading. Untuk jumlah soal dan durasi masing-masing bisa dicari di Google (jujur karena saya tidak mengikuti jadi tidak hafal). Ujian bisa dilakukan secara paper based atau computer based. Meskipun, paper based tapi, jangan harap pernah bisa mencorat-coret soal TOEFL apapun itu.

 

b. TOEFL ITP

     Secara umum sama seperti TOEFL Like, yang membedakan hanya official dan tidak, plus bayarnya hehe...

 

c. TOEFL iBT

     Secara umum hampir mirip dengan IELTS tetapi, saat speaking menggunakan simulator tidak berjumpa dengan orang asli.

Ada dua macam, PBT dan CBT. Mana lebih enak? Ya itu tergantung orangnya.

 

Kelebihan PBT itu soal boleh dicoret-coret (mau digambari juga boleh) karena lembar jawaban terletak terpisah. Kekurangannya untuk writing section jadi lebih lama karena menulis dan diusahakan sedemikian rupa agar tidak ada kesalahan.

 

Sedangkan kelebihan CBT pada writing section lebih mudah dan lebih cepat. Kalau kelemahannya mungkin very challenging untuk orang-orang yang memiliki gangguan penglihatan, misal silindris dan harus menatap layar sangat lama.

 

Untuk speaking section keduanya sama-sama dilakukan dengan bertemu examineer (orang asli).

 

Lalu bagaimana dengan bentuk soal?

 

Listening, pilihan ganda atau uraian yang berupa jawaban pendek (mulai dari satu kata, sampai tiga kata dan atau angka). Terdiri dari 3 part dnegan jumlah total soal 40, durasi 30 menit, dan dibacakan sekali.

 

Reading, pilihan ganda atau uraian terdiri dari 3 bacaan dengan jumlah total soal 40 dan durasi 1 jam.

 

Writing, terdiri dari 2 part dengan jumlah kata sebanyak minimal 150 dan 250 kata, dan diselesaikan selama 1 jam.

 

Speaking, terdiri dari 3 part selama sekitar 15 menit.

 

Di mana tempat ujiannya?

Bisa hubungi British Council, IDP, atau IALF setempat.

Pakai aksen apa?

Jujur saya nggak terlalu ngurus hehe...sama-sama bikin puyeng

Memang TOEFL lebih ke arah American accent tapi, saya lebih fokus ke puyeng karena soal TOEFL itu jawabannya lompat-lompat. Misal, soal listening no. 1 itu jawabannya bisa untuk no. 3 lebih dahulu, no. 2, baru no. 1.

IELTS memang lebih kepada British accent, meskipun demikian banyak juga soal yang Australian accent. Bahkan saya pernah nemu soal simulasi itu yang bicara orang Indonesia (dia bilang mahasiswa Indonesia, baru di UK, terus tanya moda transportasi). “Enaknya” sih jawabannya urut dan ga loncat-loncat kaya’ TOEFL wkwkwk...

 

Lalu bagaimana mengejar nilai TOEFL (In case band score TOEFL 450)?

1.       Hal ini sangat tergantung dengan latar belakang teman-teman, bagi teman-teman yang terbiasa interaksi dengan masyarakat internasional, sering mendengarkan lagu atau perform apapun dalam Bahasa Inggris, atau sering membaca buku Bahasa Inggris, akan lebih mudah mendapatkannya.

2.       Jika belum terbiasa, maka cobalah untuk memilih yang lebih disukai, apakah meningkatkan listening skill dengan mendengarkan musik dalam Bahasa Inggris, mendengarkan podcast, nonton film, dan sebagainya atau reading skill dengan membaca buku, jurnal, artikel, dsb. dalam Bahasa Inggris tentunya.

 

Sarannya kalau mau meningkatkan listening dengerin apa?

Pastinya bukan lagu instrumental hehe...ya ini suka-suka sih, kalau orangnya kaku kaya kanebo kering #oops atau gengster-nya Einstein bisa dengerin TedX, berita-berita di BBC, atau course-course yang bertebaran. Kalau orangnya suka nonton film (dan ini saya ga bisa merekomendasikan banyak karena bukan sufi) mungkin bisa nonton Harry Potter atau apalah asal bukan Bollywood atau Drakor.

 

Kalau reading?

Ini juga tergantung orangnya. Mungkin bagi saya baca buku non-fiksi itu asyik, baca thriller itu nagih, tapi bagi orang lain mungkin itu malesin. Pecinta-pecinta berita bisa itu membaca the Jakarta Post, atau Science Daily, BBC Network, dll.

3.       Jika waktunya sudah mepet, jangan terlalu awkward dengan grammar dan tense. Umumnya syarat pekerjaan di Indonesia hanya meminta nilai overall, tidak mensyaratkan nilai minimal untuk masing-masing bagian. Misal, nilai konversi TOEFL ITP listening 48, structure 38, dan reading 50, maka nilai akhir orang tersebut adalah 453.

 

Bisa dilihat di sini https://www.yec.co.id/toefl/cara-menghitung-skor-toefl-itp-pbt/ contoh cara menghitungnya.

 

Jadi, saya sendiri tak kerjakan structure semampunya, penting tahu kalau past tense itu lampau umumnya dengan verb 2, present itu sekarang umumnya dengan verb 1, dan future itu masa depan. Kalau ditanya bagaimana rumus past perfect continous tense gitu ya saya ga hafal. Kalau mau belajar bisa lewat bukunya Murphy yang judulnya “English Grammar in Use”, selain itu juga ada di beberapa aplikasi Android milik British Council.

4.       Kalau mau baca buku untuk belajar enaknya yang mana?

Kalau mau ambil TOEFL ITP bisa lihat e-book panduan TOEFL ITP (bisa dicari di Google) itu paling penting untuk tahu teknisnya. Kalau ingin materi lebih tebal bisa dengan bukunya Longman (yang warna merah garis-garis) atau Barron, Cliff juga bisa.

5.       Apalagi ya? Banyakin doa juga...termasuk biar dapat case soal yang familiar dengan kita. Sangat common teman-teman dan saya juga yang anak eksak lebih mabuk kepayang ketika mendapatkan soal tentang social science.

Dari tadi bahas TOEFL, kalau IELTS gimana? (In case band score 5.0)

1.       Pertama sih sama, tergantung latar belakang juga.

2.       Untuk meningkatkan listening dan writing skill kurang lebih caranya sama.

Ada yang ga suka nonton atau dengerin musik? Selamat bergabung seperti saya yang butuh effort sekali wkwkwk.

 

Selain TedX dan baca Science Daily, saya sering aja iseng buka akun Youtube Fast Track IELTS (menurut saya enak cara menjelaskannya, karena yang bersangkutan bukan native dan merasakan menjadi survivor juga), kemudian IELTSLiz, IELTS Advance (atau apa gitu lupa). Via apps juga ada dan bisa diakses di IELTS Prep milik British Council, atau juga di Coursera ada material IELTSx Preparation yang diberikan oleh dosen-dosen University of Queensland dan itu worth it banget menurut saya meskipun gretongan.

3.       Untuk grammar dan tense di IELTS tidak terlalu ditekankan di awal. Karena tidak ada section ini secara khusus. Teman-teman perlu mendalami hal ini kalau ingin mendapatkan score di atas 6.5 pada bagian writing dan speaking. Bagi saya lebih penting di awal teman-teman belajar bagaimana menulis dengan baik, deliver your idea, jadi jangan sampai tulisannya mbulet dan membuat emosi yang baca wkwkwk.

4.       Kalau mau baca buku untuk belajar enaknya yang mana?

Bisa cari IELTS material dari Cambridge misalnya, mulai dari step-step mengerjakan sampai paket-paket soalnya ada. Kemudian untuk writing bisa lihat di IELTS Buddy (bagi saya itu worth it sekali). Untuk speaking banyak bertebaran di Youtube mock soal, tinggal ngomel-ngomel sendiri sambil nyuci baju (itu gue banget hehe...).

5.       Tetep yang paling penting jangan lupa berdoa. Setidaknya dapat soal yang familiar dengan kita. Seperti ketika CPNS kemarin saya pernah dapat soal yang mirip sekali dengan soal latihan dan membahas dunia apoteker, atau pada case lain pernah dapat soal IELTS Simulation tentang komponen kimia bunga (antosianin kalau tak salah). Sekedar cerita ketika tes CPNS tahun kemarin, saya ketemu kakak tingkat saya yang eks Ketua BEM pada masanya, dan dia mendapatkan nilai tertinggi pada sesi saya (more than 400), saya kira hal itu salah satunya dipengaruhi oleh soal-soal yang banyak membahas bagaimana seorang ketua BEM melakukan lobbying dengan pihak fakultas.

Well, sepertinya sekian curhatan yang panjang, lebar, kali tinggi. Semoga bermanfaat, Kawan.

PS.
Darimana saya belajar...di antaranya berikut tautannya:

IELTSx Preparation Uni of Queensland

IELTS Material 

Comments

  1. Bismillah, wih MasyaAllah, tulisannya keren Kak. Terus semangat menulis dan menginspirasi Kak< Barakallah Kak ^^

    ReplyDelete

Post a Comment

Thanks for your attention. Nice to meet you.